Friday, January 11, 2013

4 Perbedaan Terbesar Orang Indonesia dan Amerika – Part 2

Post ini merupakan kelanjutan dari post 4 Perbedaan Terbesar Orang Indonesia dan Amerika. Setelah menganalisis lebih dalam lagi dari berbagai sudut pandang, maka saya mendapati 4 perbedaan besar lagi. Baiklah, langsung saja, tanpa basa-basi lagi….
  1. WOI! Disuruh turun, ya turun!
    Berbeda dengan orang Indonesia yang kukuh dengan egonya saat menjabat sebagai orang penting, orang Amerika lebih memilih turun dari jabatan saat rakyat sudah muak dengan mereka. Kalaupun mereka tidak mau turun, yang ada rakyat ramai-ramai mendatangi rumahnya dengan obor dan pitchfork, partai oposisi menghujat dengan keras, dan dikejar pembunuh bayaran. Orang Indonesia, di pihak lain, sangat menikmati waktunya saat duduk di kursi enak. Sebagai contoh saja, Nurdin Halid. Dia merupakan contoh yang sangat bagus yang menunjukkan bahwa orang Indonesia sangat susah melepaskan diri saat mendapat fasilitas enak. Meski sudah didemo berkali-kali, asetnya ditarik, dan berkelit dengan badan dunia, ia tetap tidak mau turun dari jabatannya, karena sudah tidak bisa melepaskan diri dari pengaruh kekuasaan. Kita sebenarnya tidak perlu membandingkan diri jauh-jauh ke Amerika. Saudara kita yang lebih dekat, Jepang, malah punya rasa malu lebih besar dari diri kita.

  2. Lebih enak jadi atlet atau cendekiawan?
    Seperti yang sering kita dengar, Indonesia berlangganan juara Olimpiade. Jangan salah, setiap Olimpiade Sains Internasional, Indonesia pasti menghasilkan juara yang banyak. Sebagai Liasion Officer pada International Conference of Young Scientists yang sempat diadakan di Bali pada tanggal 12-17 April 2010, saya melihat sendiri bagaimana tim Indonesia merebut hampir 20an medali emas dari negara-negara lain. Sungguh prestasi yang hebat dari kaum cendekiawan kita. Setelah menang Olimpiade Sains, apa yang terjadi dengan pemenangnya? Ia akan ditawari masuk universitas negeri ternama di Indonesia dengan janji beasiswa, dimana ia bisa melanjutkan kariernya atau penelitiannya.

    Sekarang kita lihat negara Paman Sam. Saya jarang sekali mendengar berita bahwa ada siswa SMA Amerika mendapat juara Olimpiade Sains Internasional. Yang lebih sering saya dengar adalah atlet football SMA mendapat beasiswa penuh masuk Stanford atau Yale. Sekedar informasi, sangat susah mendapatkan beasiswa penuh di Amerika, kecuali anda memang sangat, sangat berprestasi dan memiliki nilai SAT yang tinggi. Dan nanti, atlet berbakat ini akan bermain Major League Football dalam tim negara bagiannya, mewakili negara bagiannya, bak seorang pahlawan.
    Keduanya merupakan prospek yang bagus. Tapi, sekarang kita lihat kelemahannya.
    Kebanyakan pemenang Olimpiade Sains hampir tidak dikenal oleh masyarakat luas. Nama mereka hanya mencuat sesaat saat mereka naik ke panggung dan menerima penghargaan. Jarang saya dengar orang awam menyebutkan nama pemenang OSN Komputer tahun lalu.
    Lalu, kasus seorang atlet. Jika anda berkunjung ke negara bagian tempat ia dibesarkan, tanyalah pada seorang warga, kemungkinan besar dia akan tahu nama pemain football dalam timnya. Di Amerika, atlet mendapat penghargaan dari masyarakat biasa karena mereka merasa ia bak seorang hero yang berjuang demi negara bagiannya. Jeleknya, saat ia kalah tragis, ia akan jadi bahan cemoohan rakyatnya dan mungkin bisa dikeluarkan dari tim.
    Jadi, keduanya memiliki kelebihan dan kekurangan. Tapi, perbedaan yang paling jelas adalah tingkat penghargaan yang diberikan.
  3. Apa kamu punya nyali?
    Mungkin sudah menjadi kebiasaan turun-temurun bahwa orang Indonesia adalah orang yang agak malu-malu, kecuali pejabat kita yang tebal muka. Biasanya, orang Indonesia suka mencari aman. Seperti bekerja sebagai PNS. Alasannya, karena hidupnya ditanggung negara, bisa dapet fasilitas lumayan, dan masa pensiun terjamin. Mungkin hal ini yang menyebabkan tes CPNS semakin ramai saja.
    Coba kita cek ke Amerika. Paham kapitalis membuat segalanya menjadi mungkin. Kalau anda lihat, lebih banyak orang Amerika bekerja dalam sektor swasta, bukan negeri. Coba anda lihat Microsoft, IBM, dan masih banyak lainnya. Microsoft didirikan oleh Bill Gates yang putus sekolah, tetapi lihat OS yang anda pakai sekarang (yang tidak memakai Windows, jangan dihiraukan). Orang Amerika lebih berani menghadapi resiko dibandingkan orang Indonesia. Kebanyakan orang Amerika lebih memilih menjadi entrepreneur daripada bekerja di bawah pemerintah. Malah, terkadang, PNS bisa hidup lebih menderita daripada pegawai swasta.
    Kalau di Indonesia, pekerjaan PNS lebih banyak dicari, dan sektor swasta kita serahkan pada investor asing yang memang lebih berani daripada kita (dan mempunyai sumber daya lebih).
    Contoh lainnya yang lebih ringan adalah keberanian orang Amerika mencoba hal-hal yang dianggap gila oleh kita, tetapi mereka bisa melakukannya meski gagal. Mungkin istilah kerennya “jackass
  4. Apa ada pertanyaan????
    Siswa Indonesia cenderung lebih malu bertanya kepada gurunya saat menemui kesulitan di kelas. Karenanya, gurunya harus mempersiapkan bahan ajar lebih banyak. Sebenarnya, sifat ini sudah biasa di Indonesia. Orang Indonesia memiliki harga diri yang cukup tinggi. Dan mereka tidak mau harga diri itu menurun hanya karena bertanya kepada guru saat temannya sudah mengerti semua. Mereka takut diberikan cap “bodoh, lamban, dungu” oleh teman-temannya, meski tidak secara eksplisit. Karena itulah, kebanyakan siswa Indonesia enggan bertanya pada gurunya saat pelajaran. Mereka lebih memilih menemui guru tersebut di luar jam pelajaran sendirian.
    Berbeda dengan siswa Indonesia, siswa Amerika jauh lebih aktif dibandingkan siswa Indonesia. Dalam pelajarannya, guru selalu menyempatkan sebuah sesi tanya jawab seusai menjelaskan materi. Dan siswa selalu bertanya apapun yang tidak ia mengerti. Hal ini bagus karena menambah komunikasi antara guru dan siswa, menambah pengetahuan mereka, dan melatih kepercayaan diri dan keaktifan siswa. Perbedaan yang jelas terlihat di sini adalah perbedaan rasa ingin tahu siswa. Siswa Indonesia cenderung merasa cukup apabila sudah menguasai isi suatu bab dengan baik. Di luar itu, tidak akan berguna, karena tidak akan keluar dalam Ujian Nasional. Jadi, ia merasa cukup hanya mengetahui yang ada di buku saja. Siswa Amerika, di pihak lain, sangat penasaran dengan macam-macam. Hal ini mendorongnya bereksplorasi lebih jauh daripada di buku. Untuk memuaskan rasa ingin tahunya, mereka rajin mengunjungi perpustakaan dan lebih sering bertanya pada gurunya.

No comments:

Post a Comment